19 Juli 2017

Dana Desa Stimulasi Pembentukan 18.446 BUMDes

Ayo Bangun Desa - Dana desa sudah dicairkan sekira 95,54%. Sejak dicairkan 2015 hingga kini, dana desa pun sudah menstimulasi pembentukan 18.446 Badan Usaha Milik Desa (Bumdes).
Badan Usaha Milik Desa/Ayo Bangun Desa
Menteri Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes) Eko Putro Sandjojo mengatakan, dana desa tahun ini, sejak 16 Juni sudah tersalurkan ke 413 daerah dengan persentase penyaluran mencapai 95,54%. Dia menjelaskan, pemanfaatan dana desa sangat beragam. Salah satunya ialah pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) yang pendiriannya semakin massif setelah ada dana desa.

(Baca: 1 BUMDes Ditargetkan Miliki Penghasilan Rp1 Miliar Per Tahun)
"Hingga tahun 2017 ini, dana desa juga menstimulasi terbentuknya BUMDes sebagai penggerak ekonomi masyarakat desa sebanyak 18.446 unit," katanya, Selasa (18/7/2017). 

Eko menerangkan, beberapa BUMDes yang berkembang diantaranya memiliki omzet antara Rp300 juta hingga Rp10 miliar. Menurutnya, hadirnya BUMDes merupakan upaya untuk terus meningkatkan produktivitas masyarakat dan menciptakan lapangan usaha baru. Dengan demikian, masyarakat desa akan mendapatkan manfaat langsung yakni peningkatan pendapatan. 

Menurut Eko, secara garis besar adanya percepatan pembangunan di desa tersebut tentu menjadi daya tarik tersendiri bagi para tenaga kerja produktif di desa. Khususnya para pemuda untuk bergotong-royong membangun dan memajukan desanya sesuai dengan potensi yang dimilikinya. 

Eko menerangkan, adanya tengkulak yang menjual hasil panen dan menekan para petani, diharapkan bisa ditekan dengan empat program unggulan yang bisa membuat desa mandiri. "Sekarang ini masih ada model-model tengkulak. Nah kita dorong para petani untuk menjalankan empat program unggulan untuk membuat desa-desa jadi mandiri," jelasnya. 

Empat program ini ialah Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades). Tiga program unggulan lainnya ialah BUMDes, membangun embung air desa, dan membangun sarana olahraga desa. Dia menjelaskan, selain mengawasi dan mencegah penyelewengan satgas dana desa akan mengingatkan para kepala desa untuk menjalankan empat program unggulan tersebut.(okezone)

6 Prinsip dalam Pengembangan Pembangunan Desa


Undang-Undang Desa memandatkan bahwa pembangunan desa harus mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. (Baca: 6 Prinsip dalam Penentuan Prioritas Penggunaan Dana Desa).

Setidaknya ada enam prinsip yang juga dianut dalam pengembangan pembangunan desa:

1. Pemberdayaan
Yang dimaksud dengan pemberdayaan adalah penguatan masyarakat dalam bidang ekonomi, politik maupun dalam bidang sosial budaya. Pemberdayaan dalam bidang ekonomi dilakukan dengan memberikan kesempatan atau peluang tumbuh dan berkembangnya usaha-usaha ekonomi rakyat.

Pemberdayaan politik adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk ambil bagian dalam pengambilan keputusan pembangunan. Sedangkan pemberdayaan dalam bidang sosial budaya adalah memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk membangun kepercayaan diri, membangun kelembagaan sosial yang mandiri, membudayaakan ketaatan atas kesempatan yang telah diambil, memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk belajar dari pengalaman dan mendorong pengembangan masyarakat dari akar budaya dan jati dirinya.

2. Perlibatan perempuan
Selama ini perempuan hanya diberi peran atau tugas yang banyak, tetapi jarang diberi hak dalam pengambilan keputusan. Perlibatan perempuan yang dimaksud dalam pembangunan desa, yaitu memberikan kesempatan kepada kaum perempuan untuk terlibat aktif dalam proses pengambilan keputusan pembangunan.

3. Keterbukaan
Keterbukaan merupakan perwujudan pertanggungjawaban pelaksanaan pembangunan kepada masyarakat yang diwujudkan dengan keterbukaan informasi. Dengan adanya keterbukaan akan melahirkan kepercayaan, ketertutupan akan melahirkan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah dalam melaksana pembangunan. Masyarakat selain terlibat dalam proses pengambilan keputusan sampai proses evaluasi pembangunan.

4. Keswedayaan
Pembangunan desa, pada dasarnya berasal dari masyarakat dan oleh masyarakat sendiri. Oleh karena itu, prinsip keswadayaan tidak hanya dilihat dari sisi ketersediaan masyarakat untuk membiayai pembangunan tetapi juga harus dilihat dari sisi pemecahan masalah, pengelolaan dan prakarsa. 

Dalam prinsip keswedayaan, masyarakat yang merencanakan, melaksanakan dan membiayai pembangunan. Kalau ada bantuan dari pemerintah, seperti dana desa sifatnya hanya sebagai stimulan dan perangsang yang sewaktu-waktu akan berakhir.

5. Keberlanjutan
Pembangunan di desa jangan seperti orang merencanakan kegiatan pasar malam. Dimana, setelah pasarnya ditutup yang tinggal hanya lapangan kosong. Oleh karena itu, perencanaan desa harus dirancang untuk keberlanjutan.

6. Partisipasi
Partisipasi bukan hanya dipahami seberapa besar masyarakat terlibat dalam pelaksanaan program pembangunan atau seberapa besar masyarakat bersedia membiayai pelaksanaan program pembangunan. 

Partisipasi adalah adanya keterlibatan atau ikut sertanya masyarakat, dalam kegiatan pembangunan baik secara mental maupun pikiran serta tenaga yang dilaksanakan dengan sadar dan dengan penuh tanggung jawab untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.(DBR)

14 Juli 2017

Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Kunjungi KemendesaPDTT

Ayo Bangun Desa  - Asosiasi Badan Permusyawaratan Desa Nasional (ABPEDNAS) melakukan kunjungan ke Kantor Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Kalibata, Jakarta, Kamis (13/7). Dalam kunjungan tersebut, ABPEDNAS berdiskusi langsung dengan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Eko Putro Sandjojo terkait pembangunan desa.
Ilustrasi: Logo Daerah
Saat menerima kunjungan tersebut, Menteri Eko mengungkapkan keyakinannya bahwa membangun Indonesia dari pinggiran bisa terwujud. Menurutnya, untuk memuwujudkan hal tersebut perlu dimulai dari hal-hal sederhana. Ia juga meminta kepada ABPEDNAS untuk melakukan pemetaan produk unggulan kawasan desa.

"Tugas bapak/ibu (anggota ABPEDNAS) mapping (pemetaan) fokusnya apa. Lalu ajak bupatinya ke saya. Karena harus ada sepengetahuan dari pemerintah daerah," ujarnya.

Produk Unggulan Kawasan Perdesaan (Prukades) merupakan salah satu program prioritas Kemendes PDTT tahun ini. Dalam program ini, akan dibentuk sebuah klasterisasi ekonomi desa yang fokus pada satu produk tertentu. Tentunya, program ini bertujuan untuk memajukan ekonomi masyarakat perdesaan.

"Desa kalau yang dibutuhkan listrik, sarana air bersih, atau apa saja sampaikan. Nanti saya ajak kementerian lain untuk bantu, bank juga saya ajak. Tapi juga harus ada komitmen dari bupatinya. Izin-izin itu bupati yang urus. Itu salah satu bentuk komitmen bupatinya, tegasnya.

Di sisi lain, Yunan Helmy, perwakilan ABPEDNAS mengatakan komitmennya untuk bersama-sama membangun desa. Tak hanya berkomitmen untuk memberikan sumbangsih pemikiran, ia juga mengatakan bahwa ABPEDNAS siap untuk terjun langsung ke desa-desa.

"Pada dasarnya kita juga ingin berkontribusi. Oleh karenanya kami juga berkomitmen untuk bersama-sama memberikan sumbangsih pemikiran. Bahkan kami bersedia untuk turun ke desa-desa," ujarnya.

Kemendesa PDTT

BUMDes dan Ekonomi Kerakyatan

Desa - desa tampak mulai bergeliat dengan berbagai potensi yang dimilikinya. Di bawah pengelolaan badan usaha milik desa, sejumlah desa wisata bahkan telah membuat sebuah desa menjadi sangat mandiri.
BUMDes dan Ekonomi Kerakyatan
Badan Usaha Milik Desa 
Tengoklah Desa Ponggok (Klaten) yang beromzet Rp 1,3 miliar per tahun, Desa Bleberan (Gunung Kidul) beromzet Rp 2 miliar per tahun, Desa Karang Duwur (Kebumen) beromzet Rp 1 miliar per tahun, atau Desa Kertayasa (Pangandaran) yang beromzet Rp 300 juta per tahun.

Beberapa desa di atas adalah contoh kecil dari desa-desa di pelosok Tanah Air yang mulai sadar memetakan potensi yang dimilikinya. Keberadaan dana desa punya andil besar dalam mendorong tumbuhnya badan usaha milik desa (BUMDes) di desa-desa. Dana desa yang terus mengalami peningkatan memang telah memberi harapan tersendiri bagi pembangunan di desa. Dari anggaran sebesar Rp 20,5 triliun pada 2015, kemudian Rp 47 triliun tahun 2016, dan pada 2017 dana desa meningkat menjadi Rp 60 triliun.

Nilai strategis

Peningkatan keberadaan BUMDes memang sangat signifikan. Jika pada 2014 BUMDes di Indonesia hanya 1.022 unit, awal 2017 jumlahnya telah 18.446 unit. Jumlah ini pun diyakini akan terus meningkat karena salah satu amanah dalam penggunaan dana desa, selain untuk pembangunan infrastruktur, juga untuk peningkatan perekonomian masyarakat, salah satunya melalui wadah bernama BUMDes.

Nilai strategis keberadaan ribuan BUMDes yang tersebar di penjuru Tanah Air adalah karena ia tumbuh dari kesadaran masyarakat desa dan bergerak pada sektor riil. Ia juga berbasis pada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Di titik itulah keberadaan BUMDes sebagai pengejawantahan gagasan tentang ekonomi kerakyatan menemukan relevansi serta titik sumbunya. Ini bisa menjadi salah satu strategi pembangunan pada masa depan.

Nilai strategisnya bukan saja keberadaan BUMDes yang kebanyakan berbasis pada kegiatan ekonomi sektor kecil itu menjadi salah satu katup penampung masalah ketenagakerjaan, melainkan juga merupakan salah satu penyangga penting persoalan perekonomian di Indonesia. Pertumbuhan jumlah UMKM yang sangat besar secara otomatis jelas telah mendonorkan penyerapan tenaga kerja yang banyak.

Persoalan kemudian, dalam realitasnya perkembangan usaha kecil yang begitu pesat—saat ini banyak yang diwadahi oleh BUMDes—ternyata sering kali tak diimbangi percepatan perhatian pemerintah terhadap sektor usaha itu. Banyak kasus menunjukkan, pemerintah bukannya memproduksi kebijakan yang memperkuat sektor ini, melainkan malah sering kali kebijakan yang dilahirkan berpotensi mematikan daya hidup perkembangan mereka.

Oleh karena itu, dukungan pemerintah terhadap keberadaan usaha kecil, baik yang di bawah BUMDes maupun tidak, sesungguhnya bisa dengan penghindaran penciptaan kebijakan-kebijakan diskriminatif. Selain itu, diperlukan juga kebijakan aturan main yang memberikan kesepadanan yang sama bagi tiap pelaku ekonomi untuk menjalankan aktivitasnya, termasuk pelaku ekonomi kecil dan menengah. Di sinilah kerja sama lintas kementerian/lembaga mutlak perlu.

Komitmen ini penting karena sebagai salah satu pilar ekonomi kerakyatan, keberadaan usaha kecil di sektor riil jadi tumpuan sebagian besar tenaga kerja di Indonesia. Banyak alasan yang melatarbelakanginya, di antaranya sektor itu tidak perlu modal banyak dan tidak mensyaratkan tingkat keterampilan yang tinggi. Ia juga tidak membutuhkan perizinan yang berbelit.

Dengan karakteristik semacam itu, jumlah pertumbuhan sektor-sektor usaha kecil menengah jadi sangat besar dan secara otomatis mendonorkan penyerapan tenaga kerja yang banyak. Hanya saja, jumlah UMKM yang begitu besar—saat ini mencapai 59 juta—dengan tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi tersebut ternyata tidak dibarengi kesejahteraan pelaku ekonominya. Pada titik inilah pemerintah melalui kerja sama lintas sektoral perlu mengeluarkan paket-paket kebijakan yang tepat.

Keberadaan ribuan BUMDes yang berbasis pada sektor riil serta sumber daya yang ada di desa adalah bagian dari pengembangan gagasan ekonomi kerakyatan. Gagasan pembangunan ekonomi kerakyatan, seperti dikatakan Gran (1988), adalah sebuah konsep pembangunan di mana rakyat punya kuasa mutlak menetapkan tujuan dan mengelola swasembada ataupun mengarahkan jalannya pembangunan.

Ada dua hal yang bisa disimpulkan dari pemikiran ini. Pertama, partisipasi rakyat merupakan unsur mutlak dalam pembangunan. Tugas pemerintah hanya menciptakan keadaan yang mendorong inisiatif rakyat dalam memenuhi kebutuhannya. Kedua, apa yang dikehendaki rakyat merupakan pilihan terbaik dari negaranya.

Dengan paradigma semacam itu, pembangunan yang berbasis kerakyatan juga berarti pembangunan ekonomi yang berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Artinya, bila sebagian besar kegiatan ekonomi disusun dan dibangun oleh usaha menengah dan kecil yang banyak menampung tenaga kerja, seharusnya sektor menengah dan kecil mendapat perhatian yang lebih besar. Usaha skala besar tentu tetap diberi keleluasaan berkembang selama tidak mengganggu keharmonisan ekonomi.

Komitmen atas gagasan ekonomi kerakyatan ini penting untuk terus didesakkan kepada pengambil kebijakan karena selama ini pengembangan usaha kecil dan menengah terbukti lebih mampu menjawab kemiskinan dan ketimpangan pendapatan. Selain itu, pembangunan ekonomi kerakyatan juga dinilai tidak hanya mampu menumbuhkembangkan kegiatan ekonomi semata, tetapi juga memberikan kesejahteraan secara merata.

Kebijakan yang aplikatif

Guna mewujudkan gagasan ekonomi kerakyatan dalam bentuk kebijakan yang lebih aplikatif, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, mengembalikan watak kebijakan publik pada tempatnya semula, yakni tidak hanya mendapatkan legitimasi rasional, tetapi juga memperoleh pembenaran secara etis. Pada aras ini, setiap kebijakan tidak boleh meninggalkan kepentingan rakyat walaupun secara ekonomi mungkin merugikan negara.

Kedua, mengagendakan strategi pembangunan ekonomi yang memberi nisbah secara proporsional bagi seluruh rakyat. Dalam pengertian ini, setiap strategi dan kebijakan pembangunan harus mencerminkan pada pemenuhan kebutuhan rakyat sehingga setiap hasil yang diperoleh benar-benar jatuh kepada sebagian besar masyarakat.

Ketiga, memberi penekanan terhadap penciptaan fasilitas publik yang ditujukan bagi sebagian rakyat yang terpuruk dalam proses pembangunan. Kebijakan ini penting karena dalam setiap proses pembangunan selalu menyisakan sebagian rakyat dalam posisi tidak beruntung.

BUMDes sebagai bagian dari pengembangan ekonomi kerakyatan dan sebagai salah satu wadah bagi usaha sektor kecil di desa harus mampu melakukan transformasi sosial ekonomi di desa.

Untuk itu, ke depan, pemerintah harus mampu mengikis kebijakan diskriminatif yang hanya berpihak pada usaha skala besar semata. Tanpa komitmen itu, usaha kecil sebagai katup penangkal krisis sekaligus penampung tenaga kerja akan terus mengalami jalan buntu.

(Oleh: ACHMAD MAULANI, Kandidat Doktor Universitas Indonesia; Staf Ahli Unit Kebijakan Strategis pada Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi).

Sumber: Kompas.com.

Kemendagri: Dana Desa Baru Terserap Rp.30 Triliun

Ayo Bangun Desa - Dana desa yang dialokasikan pada 2017 sebanyak Rp60 triliun hingga pertengahan tahun baru terserap sekitar Rp30 triliun karena kapasitas sumber daya manusianya kurang memadai untuk mengelola anggaran.


Pernyataan itu disampaikan oleh Direktur Jenderal Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri Nata Irawan saat membuka diskusi bertajuk "Menyoal Keberpihakan Negara terhadap Masyarakat Adat Beserta Hak Ulayat dalam Pembangunan Ekonomi dan Pembentukan Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Indonesia", di Jakarta, Kamis.

"Sudah beberapa tahun berjalan, dana desa tampaknya kurang berdampak pada peningkatan kesejahteraan. Misalnya saja, angka kemiskinan masih di kisaran 28,5 juta jiwa. Kondisi itu terjadi karena penyerapan dana desa belum maksimal, salah satu penyebabnya, kapasitas pemerintah desa mengelola anggaran masih cukup rendah," kata Nata. 



Alhasil, pihaknya di Bina Pemerintahan Desa akan terus berupaya meningkatkan kapasitas SDM sehingga dana desa dapat dikelola secara baik.

"Kendala kami, anggaran di Kemendagri untuk membina aparatur pemerintahan desa hanya mencapai sekitar Rp21 milyar. Padahal pihak kementerian bertanggung jawab meningkatkan kapasitas SDM di sekitar 74.010 desa di Indonesia. Misalnya, satu desa dikali lima orang, tentu hal tersebut akan jadi masalah," tambahnya.

Dalam kesempatan sama, ia mengapresiasi pembentukan asosiasi pengajar hukum adat (APHA) dan berjanji akan menfasilitasi diskusi lebih lanjut dengan pihak kementerian.

"Saya harap forum diskusi mengenai negara dan hukum adat hari ini dapat terus berlanjut dan dibuat lebih besar lagi demi memetakan masalah hukum dan hak ulayat di Indonesia," kata Nata dalam pidato pembukaannya, Kamis.

Acara yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) di Jakarta, Kamis, turut diisi paparan dari sejumlah pakar, diantaranya Dekan FH Universitas Pancasila Ade Saptomo, Guru Besar FH Universitas Parahyangan Catharina Dewi Wulansari, dan Pengajar FH Universitas Atma Jaya Caritas Woro Murdiati.


Dalam forum diskusi itu, Prof Ade menjelaskan keutuhan dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ditentukan dari keberadaan masyarakat adat.

"Power (kekuatan) dari Indonesia sebagai state (negara) ada pada masyarakat adat. Pasalnya, jika negara bubar, masyarakat adat akan tetap utuh," kata Ade di Jakarta, Kamis. Dengan demikian, negara harus berpihak terhadap hak dan kepentingan masyarakat adat.

Meski demikian, Ade menambahkan kebijakan pemerintah terhadap masyarakat adat cenderung menafikkan perspektif hidup komunitas tersebut.

"Misalnya dalam urusan kepastian hukum dalam kepemilikan tanah. Negara cenderung memaksakan adanya pengukuran dan pemberian sertifikat, tetapi buat masyarakat adat, misalnya suku Nagari di Sumatera Barat itu tidak cocok dengan sistem atau hukum adat komunitasnya," kata Dekan FH Universitas Pancasila tersebut.

Di penghujung acara, ketua Asosiasi Pimpinan Perguruan Tinggi Hukum Indonesia (APPTHI) sekaligus salah satu penggerak dibentuknya Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) Laksanto Utomo mengatakan jurnal yang berisi kajian hukum adat akan segera diluncurkan.

"Sumbangan pemikiran dari pengajar hukum adat ini nantinya dapat menjadi bahan pertimbangan dan pijakan bagi para pembuat kebijakan dalam upayanya mengakui dan berpihak terhadap masyarakat adat," kata Laksanto dalam forum yang dihadiri sekitar 40 pengajar, pakar, dan perwakilan pemerintahan. (Antaranews.com).

13 Juli 2017

Seperti Apa Seharusnya Struktur BUMDesa?

Badan Usaha Milik Desa - Pendirian Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) termasuk dalam empat prioritas Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi Tahun 2017. Adapun ke empat program prioritas tersebut yakni penerapkan Program Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades), Pembangunan Embung, Pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan Membangun Sarana Olahraga Desa.
Struktur Organisasi Badan Usaha Milik Desa
Struktur Organisasi BUM Desa/Berdesa
UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa menjelaskan bahwa Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa) adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh desa melalui penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan desa yang dipisahkan guna mengelola asset, jasa pelayanan, dan usaha lainnya untuk sebesar-besarnya kesejahteraan masyarakat desa.

Sedangkan dalam Permendesa PDTT dan Transmigrasi Nomor 4 tahun 2015 Pasal 7 menyatakan bahwa BUM Desa dapat terdiri dari unit-unit usaha yang berbadan hukum. Keberadaan unit usaha yang berbadan hukum tersebut dapat berupa lembaga bisnis yang kepemilikan sahamnya berasal dari BUM Desa dan masyarakat.

Adapun susunan kepengurusan organisasi pengelolaan BUMDes terdiri dari; (a) Penasehat; (b) Pelaksana Operasional; dan (c) Pengawas. Penamaan susunan kepengurusan organisasi BUMDes dapat menggunakan penyebutan nama setempat yang dilandasi semangat kekeluargaan dan kegotongroyongan.

Kepala Desa secara ex officio menjabat sebagai Penasihat BUMDes. Sebagai penasihat, kepala desa memiliki kewajiban dan kewenangan. Lalu, seperti apa seharusnya struktur BUM Desa itu? Berikut ulasannya seperti dilansir dari berdesa.com

Struktur Badan Usaha Milik Desa (BUMDesa) adalah salah satu kunci keberhasilan BUMDesa sebagai sebuah lembaga. Konsep struktur yang memiliki kejelasan tugas dan wewenang sangat menentukan proses kerja lembaga ini. Tapi tentu saja juga sangat dipengaruhi kualifikasi person orang-orang yang duduk di sana. Seperti apakah sebaiknya bentuk struktur BUMDesa?

Setidaknya ada tiga posisi yang paling penting yakni Ketua atau direktur, sekretaris dan bendahara. Anda bisa menciptakan istilah lain untuk tiga posisi ini. Tetapi yang pasti fungsi ketua jelas sangat sentral karena menjadi nahkoda yang akan memimpin jalannya lembaga. Karena BUMDesa lekat dengan kepentingan usaha maka seorang ketua haruslah memiliki visi usaha yang kuat sekaligus mampu melakukan konsolidasi sosial alias memiliki kemampuan pendekatan pada masyarakat.


Sekretaris berfungsi bukan hanya mencatat hasil rapat saja melainkan harus pula mampu membuat rancangan bagaimana hasil rapat harus didelegasikan pada bagian-bagian yang berkaitan. Sekretaris juga menghubungkan seluruh catatan proses kinerja perusahaan menjadi sebuah konsepsi yang ‘nyambung’ satu sama lain. Jadi, sekretaris bukan hanya salahsatu peserta rapat yang hanya mencatat hasil rapat saja.

Fungsi bendahara sudah sangat umum, memiliki tanggungjawab mengenai keuangan lembaga. Tetapi berbeda dengan fungsi bendahara pada organisasi seperti kelompok arisan RT, bendahara BUMDesa haruslah memiliki kemampuan mengatur lalu-lintas uang yang masuk ke kas besar BUMDesa untuk kemudian didistribusikan ke berbagai kebutuhan keuangan mulai dari gaji, membayar pengeluaran rutin hingga menentukan besaran rupiah untuk biaya operasional usaha.

Fungsi bendahara sangat penting dalam BUMDesa karena berfungsi sebagai manajer keuangan yang akan mengatur berbagai alur pendapatan dari berbagai unit usaha yang dijalankan sekaligus menentukan modal kerja bagi usaha-usaha itu. Termasuk pula harus memiliki kemampuan membaca peluang ketika BUMDesa akan melakukan pengembangan usaha.


Catatan pentingnya adalah, para pengurus BUMDesa ini haruslah orang-orang yang memiliki dua kemampuan sekaligus yakni mampu dalam menjalankan tugas dan tanggungjawab sesuai posisinya tadi sekaligus memiliki kemampuan komunikasi yang baik pada semua orang di desa mulai dari struktur pemerintahan, para pelaku usaha yang menjadi mitra BUMDesa hingga konsumen dari usaha-usaha yang dijelankan BUMDesa.

Banyak usaha BUMDesa runtuh pada bulan-bulan pertama usaha mereka meluncur karena yang duduk pada struktur ini sama sekali tidak paham bisnis atau usaha. Alih-alih berpikir usaha, malah sebagian besar dari mereka duduk di dalam struktur inti karena kedekatan mereka dengan Kepala Desa. Alhasil, usaha yang mulai dijalankan BUMDesa segera mati dalam hitungan bulan. Bagaimana bisa orang yang tidak paham dunia usaha menjadi penentu kebijakan lembaga yang fokus pada usaha?

Setelah tiga posisi struktur ini, kebutuhan struktur kemudian menyesuaikan dengan jenis usaha yang dijalankan. Misalnya, jika BUMDesa membuka usaha pada retail misalnya mendirikan minimarket misalnya, maka di bawah ketiga struktur tadi harus diciptakan posisi ‘Manajer Perdagangan dan Jasa’ misalnya. Si Manajer ini bakal bertanggungjawab menjalankan sekaligus mengembangkan usaha dagang dan jasa yang dikembangkan BUMDesa seperti minimarket dan berbagai usaha jasa sepert penyewaan tenda, mesin traktor dan sebagainya.

Manajer Simpan Pinjam bakal bertanggungjawab ada jalankan usaha simpan-pinjam dengan segala urusan yang berkait dengan simpan pinjam seperti menjalin hubungan dengan bank atau investor yang lain yang mejadi mitra dari lembaga usaha keuangan itu.


Para manajer bekerja pada wilayah operasional artinya merekalah yang bertanggungjawab terhadap alan dan tidaknya usaha yang dikembangkan BUMDesa. Kualifikasi manajer adalah orang yang memiliki kecakapan khusus di bidang yang menjadi tanggungjawabnya.

Seluruh sistem kerja lembaga ini harus berada dalam pengawasan menyeluruh yang dilakukan oleh tim pengawas yang biasanya terdiri dari tiga orang. Selain mengawasi jalannya sistem manajemen kerja BUMDesa, Tim Pengawas juga menjalankan fungsi mengawasi jalannya organisasi dari kacamata luar. Soalnya, biasanya orang yang berada di dalam struktur sebuah lembaga atau organisasi kesulita menilai kinerjanya sendiri.

Permodalan usaha juga masih menjadi kendala di banyak desa yang memiliki BUMDesa. Ada banyak kepala desa yang merasa harus hati-hati mengucurkan modal untuk BUMDesa sehingga mengucurkannya dalam bentuk kecil-kecil. Ini sangat beresiko karena logika modal usaha berbeda dengan ogika program pembangunan desa. Dalam dunia usaha masalah permodalan menjadi sangat krusial. Misalnya, ada banyak kepala desa desa yang mencairkan dana usaha secara ‘prethal-prethil’ sehingga justru menjadi masalah untuk dikembangkan.

Padahal dalam dunia usaha modal harus dikeluarkan sesuai dengan target yang telah dipatok tim manajemen. Misalnya, bagaimana bisa BUMDESA bisa mendirikan toko atau minimarket dengan baik kalau si kepala desa menurunkan dana hanya 15 juta tiap kali usaha mau memulai. Konsumen tidak bisa menunggu. Bagaimana bisa sebuah toko diserbu pembeli jika barang yang dijual hanya segelintir saja. Padahal dananya sudah ada kenapa harus di persulit untuk mengeluarkannya?

Perbup Aceh Utara Mengekang Otonomi Pemerintah Gampong

Peraturan Bupati (Perbup) Aceh Utara Nomor 38 Tahun 2017 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa. Adapun salah satu prioritas Perpub ini, tiap gampong minimal membangun dua unit rumah masyarakat miskin/duafa.


Dalam Surat Bupati Aceh Nomor 412.25/686 tanggal 2 Juni 2017 Perihal Tindak lanjut Perbup No.38 Tahun 2017 disebutkan, anggaran pembangunan rumah miskin/dhuafa dialokasikan dalam Anggaran Pendapatan Belanja Gampong (APBG).

(Baca: Keuchik Aceh Utara Diminta Bangun Rumah Masyarakat Miskin melalui APBG 2017)

Sementara itu, Asosiasi Geusyik (Kepala Desa) Aceh Utara (Asgara) menolak upaya intervensi Bupati Aceh Utara melalui Perbup Nomor 38 Tahun 2017. Menurut, Pj Ketua Asgara Muksalmina, pada dasarnya pihaknya mengapresiasi Perbup tersebut sebagai upaya tindak lanjut dari Permendes Nomor 22 Tahun 2016 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa.

Alasan Asgara menolak, karena substansi Perbup itu telah mengekang otonomi Pemerintah Desa, di mana setiap desa harus mengalokasikan Dana Desa untuk dua unit rumah tak layak huni dan standarisasinya ditentukan kemudian. 

“Yang kita tolak adanya upaya intervensi di dalamnya, dan yang perlu dipahami adalah belum tentu semua desa membutuhkan pembangunan rumah fakir miskin,”ujar Muksalmina seperti dikutip RRI.

Lanjutnya, "Sebagian desa telah membuat Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKP Desa), sehingga jika saat ini hadir Perbup ini maka butuh waktu yang lama lagi untuk menyusun RKPDes,” tandas Muksalmina.

Menurut Keuchik Abubakar yang sering disapa dengan Keuchik Abi, perintah agar tiap desa harus membangun paling tidak dua rumah duafa adalah Perbub paling indah dan sangat manusiawi.

Persoalannya untuk membantu mereka yang tergolong miskin dan teraniaya, maka Bupati Aceh Utara mengambil langkah kilat (cepat) yaitu seluruh Kepala Desa untuk menggunakan Dana Desa membangun tempat tinggal para duafa agar segera menepati rumah layak huni, layaknya manusia lain yang sedikit lebih mapan, di negeri yang lagi hujan Otsus. Seperti dilansir dari advokasi rakyat, Selasa, (11/07/17).


"Yang menjadi tanda tanya besar, apakah bupati juga mau mengalokasikan dana APBK yang mereka kuasai untuk merehap rumah-rumah, atau gubuk-gubuk reot yang semakin membanjiri bumi Aceh Utara, dengan kapasitas minimal perdesa satu unit saja, sebagai tanda kalau Bupati juga konsen dan ikut peduli dan hadir untuk membantu kaum miskin?".

"Jika bupati menolak, berarti Perbup tersebut adalah pengalihan tanggung jawab yang bermuatan penuh teka-teki, jika bupati peka pada kaum duafa, mari kita sama-sama membangun Aceh Utara dengan nilai-nilai kebersamaan dan rasa tanggung jawab moral.”

“Tidak hanya dengan surat perintah atau denga surat edaran yang penuh dengan muatan politik, Mari sisihkan APBK tiap tahun untuk menyentuh mereka yang kurang mampu, karna mereka adalah kita,“ Jelasnya.

“Kita tetap komit bahwa angka kemiskinan harus bisa di kurangi semaksimal mungkin, maka dari itu saya selaku pemegang otoritas gampong, mengajak Bupati Aceh Utara untuk melihat kondisi riil masyarakat gampong tidak hanya dengan Perbub yang sangat tendensius, tapi Bupati harus rela menggelontorkan sekaligus mengalokasikan dana APBK untuk kaum marginal, baik itu dalam bentuk lapangan kerja, atau bantuan lainnya. Tidak hanya mengalihkankan isu atau buang badan pada sebuah tanggung jawab moral,”lanjutnya.

“Saya yakin Bupati Aceh Utara yang dipilih rakyat, maka akan peduli terhadap rakyatnya, tidak akan lari dari tanggung jawab dengan kondisi Aceh Utara yang sangat menyedihkan,"imbunya.

(Baca: Kepala Desa Diminta Laksanakan 4 Program Prioritas Kemendes PDTT)

“Salam rindu dan sepotong suara dari diantara banyak Kepala Desa”. Tulis Geuchik Abi mengakhiri pres rilisnya.[]

12 Juli 2017

Kepala Desa Diminta Laksanakan 4 Program Prioritas Kemendes PDTT

Ayo Bangun Desa - Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo meminta kepada seluruh kepala desa di Kabupaten Wonogiri untuk segera melaksanakan empat program prioritas kementerian desa dalam memanfaatkan penggunaan dana desa tahun 2017.

Permintaan tersebut untuk menghindari ketidakadanya penambahan dana desa pada desa yang tidak melaksanakan program prioritas kementerian pada tahun 2018 yang dipastikan akan mengalami peningkatan anggaran menjadi sebesar Rp 120 triliun dari Rp 60 triliun pada 2017.

(Baca: Permendes Penetapan Prioritas Penggunaan Dana Desa 2017)

"Pemerintah pusat akan memberikan insentif dengan melipatgandakan dana desanya tahun depan kalau 4 program itu dilaksanakan. Jadi, tahun depan dana desa akan meningkat dua kali lipat. Desa akan turut mendapatkan penambahan dana desa tapi dengan catatan kalau program prioritas kementerian dilaksanakan," kata Mendes PDTT saat memberikan arahan kepada 251 kepala desa yang tersebar di Wonogiri pada Sabtu (8/7).

Adapun ke empat program tersebut yakni penerapkan Program Unggulan Kawasan Pedesaan (Prukades), pembangunan embung, pembentukan Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) dan membangun sarana olahraga desa.

"Empat program prioritas telah dirancang untuk membantu pertumbuhan perekonomian di pedesaan. Insya Allah, dalam waktu yang tidak sampai 2 tahun, sudah tidak ada lagi desa tertinggal di Wonogiri," tambahnya.

Dalam kesempatan kunjungan kerja ke Wonogiri, Mendes PDTT selain mengadakan pertemuan dengan seluruh kepala desa juga turut menyaksikan MoU antara Pemerintah Kabupaten Wonogiri dengan PT Mitra BUMDes Nusantara terkait pembentukan PT Mitra BUMDes Kabupaten Wonogiri. 

(Baca: Perubahan Penetapan Prioritas Dana Desa Tahun 2017)

Eko juga turut meresmikan dua BUMDes Bersama yakni BUMDes Lenggar Bujogiri dan BUMDes Selo Makmur yang ditandai dengan penandatangan prasasti.

Mendes PDTT, Eko Sandjojo berharap BUMDes yang dibentuk oleh tingkat kabupaten dan desa dapat meningkatkan pendapatan masyarakat desa di seluruh desa yang terdapat di Kabupaten Wonogiri. Pasalnya, semua produk subsidi dari pemerintah akan disalurkan melalui BUMDes seperti pupuk bersubsidi, sembako, gas, minyak tanah dan barang bersubsidi lainnya bahkan termasuk hibah dari pemerintah pusat.

"Mudah-mudahan dalam waktu satu tahun, dengan adanya BUMDes, ekonomi di desa mengalami pertumbuhan yang pesat," ujarnya.(Kemendes PDTT)

11 Juli 2017

1.135 Desa Belum Terima Dana Desa

Ayo Bangun Desa - Akibat delapan pemerintah kabupaten belum melengkapi persyaratan, 1.135 desa terancam tak menerima dana desa tahap pertama tahun anggaran 2017. Batas akhir penyaluran dana desa dari pusat ke daerah adalah 31 Juli atau sekitar tiga minggu lagi.

Alokasi dana desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar Rp 60 triliun.
RPJM Desa/Ilustrasi
Alokasi dana desa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017 sebesar Rp 60 triliun. Sasarannya adalah 74.954 desa di 434 kabupaten dan kota. Penyalurannya dilakukan dalam dua tahap, masing-masing 60 persen dan 40 persen dari pagu atau Rp 36 triliun dan Rp 24 triliun.

"Hingga saat ini masih terdapat delapan daerah yang belum dapat direkomendasikan penyaluran dana desa tahap pertamanya karena belum memenuhi persyaratan yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Nilainya Rp 538,4 miliar," kata Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Kementerian Keuangan Boediarso Teguh Widodo di Jakarta, Minggu (9/7).


Jika delapan daerah tersebut tidak menyampaikan persyaratan sampai batas waktu terakhir, Boediarso melanjutkan, dana desa tahap pertama tidak akan disalurkan. Mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 50 Tahun 2017, penyaluran tahap pertama paling lambat adalah akhir Juli.

Menurut Boediarso, persyaratan yang belum dipenuhi oleh delapan kabupaten itu mencakup semua jenis persyaratan. Hal ini meliputi laporan konsolidasi penggunaan dana desa tahun sebelumnya, laporan realisasi penyaluran dana desa dari Rekening Kas Umum Daerah (RKUD) ke Rekening Kas Umum Desa (RKDes), serta peraturan daerah tentang APBD dan peraturan kepala daerah mengenai rincian dana desa per desa.

"Laporan realisasi penyaluran dana desa dan laporan konsolidasi penggunaan dana desa menunjukkan aspek akuntabilitas pengelolaan dana desa tahun sebelumnya. Sementara peraturan daerah dan peraturan kepala daerah menjadi dasar otorisasi anggaran yang diperlukan untuk penyaluran dana desa," kata Boediarso.

Sementara itu, Kementerian Keuangan sampai dengan 5 Juli telah merekomendasikan penyaluran dana desa tahap pertama untuk 426 daerah dari 434 daerah penerima dana desa. Nilainya Rp 35,2 triliun atau 97,8 persen dari pagu penyaluran tahap pertama.

Sampai dengan 5 Juli, Kementerian Keuangan telah menyalurkan dana desa tahap pertama senilai Rp 34,4 triliun atau 95,5 persen untuk 413 daerah. Sementara untuk 13 daerah lainnya masih dalam proses penyampaian ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk penerbitan surat perintah pencairan dana.

Tidak cekatan

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan, 1.135 desa adalah jumlah yang sangat besar. Pemerintah daerah semestinya cekatan menyampaikan persyaratan.

Dalam hal penyaluran, tidak ada masalah di pusat. Masalahnya sekarang justru berada di daerah dan desa sendiri. Di desa, masalahnya antara lain karena usulan dokumen tersendat. Sementara di kabupaten dan kota, masalahnya bisa menyangkut urusan birokrasi atau politik.

"Dengan konsep administrasi berjenjang, persoalannya tidak sekadar administrasi, tetapi juga politis. Ini tidak gampang diselesaikan. Pembinaannya berada di ranah Kementerian Dalam Negeri. Hambatan terbesar ke depan justru di titik tengah ini," kata Endi.

Dana desa disalurkan secara berjenjang. Kementerian Keuangan menyalurkan ke pemerintah daerah. Selanjutnya pemerintah daerah menyalurkan ke desa. Dana desa menjadi sumber utama pendapatan desa. Porsinya rata-rata bisa mencapai 60-70 persen.

Sementara alokasi dana desa dari pemerintah daerah sekitar 20 persen. Sisanya tersebar di sumber pendapatan lainnya, seperti bagi hasil pajak dan retribusi yang dipungut di desa serta pendapatan asli desa.

"Aparat desa lebih memprioritaskan dana desa yang nilainya memang mayoritas ketimbang program dari dinas di pemerintah daerah setempat. Jadi, ada semacam kontestasi antara program daerah yang basisnya desa dan dana desa dari pusat. Kuncinya adalah integrasi program. Ini yang belum jalan," kata Endi.

Sumber: print.kompas.com